SCREEN TIME DAN GANGGUAN BAHASA PADA ANAK
Apa yang Harus Dilakukan?
Oleh: dr. Lili Dwiyani, Sp.KFR
Bahasa merupakan salah satu domain perkembangan anak, di samping keterampilan motorik kasar, motorik halus, serta keterampilan sosial dan emosional. Bahasa berperan memperantarai interaksi antarindividu, yang pada anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan terdekat mereka, seperti orang tua, saudara kandung, dan teman sebaya.
Seiring perkembangan teknologi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir, terjadi “revolusi digital” ditandai munculnya berbagai perangkat elektronik yang mengubah cara individu berkomunikasi, memperoleh edukasi, ataupun menghibur diri, demikian pula bagi anak. Anak dan bayi pada era digital terpapar lebih banyak perangkat elektronik dibanding dekade terdahulu. Akibatnya, waktu bermain dan belajar melalui lingkungan secara langsung cenderung berkurang.
Situasi pandemi COVID-19 juga menjadi alasan orang tua mengenalkan media digital lebih dini kepada anak. Kebutuhan akan gadget (handphone dan laptop) dalam menunjang proses pembelajaran pun meningkat, termasuk bagi anak pra sekolah yang merupakan periode emas perkembangan bahasa. Hasil survei KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) di era pandemi menemukan 71,3% anak telah memiliki gadget sendiri, 17,1% masih berada di bawah kepemilikan orang tua, dan 11,6% menunjukkan kepemilikan bersama antara orang tua dan anak. Rentang waktu yang dihabiskan anak di depan layar media digital atau screen time pada akhirnya menjadi suatu rutinitas anak, yang lebih lanjut ternyata berdampak pada proses pembelajaran bahasa.
Perkembangan bahasa pada anak
Bahasa dan bicara adalah bagian dari komunikasi yang menjadi kebutuhan mendasar setiap individu. Perkembangan bahasa telah dimulai sejak bayi lahir dan berlanjut seiring berkembangnya otak sebagai pusat bahasa. Pada anak, perkembangan otak mencapai 80% dari otak dewasa pada dua hingga tiga tahun kehidupannya, yang dikenal sebagai “periode emas”. Berikut adalah tahapan perkembangan bahasa yang harus dilalui anak sebelum dapat berbicara dengan lancar:
Tahapan ini menjadi modal dasar bagi tahap selanjutnya, yang mana bayi mulai mengembangkan dan mengintegrasikan kemampuan mendengar, melihat, gerakan, serta kemampuan dari otot-otot mulut (oromotor) hingga akhirnya menghasilkan suara. Di satu bulan awal kehidupannya, bayi tampak siaga terhadap suara dari lingkungan sekitarnya. Bayi mampu melakukan kontak mata dengan orang tua setelah melewati usia satu bulan dan mulai bergumam (cooing) pada usia tiga bulan. Memasuki usia 6-10 bulan, bayi mulai memproduksi suara tanpa arti (babbling), seperti “baba” atau “dada”, menoleh saat dipanggil namanya, berhenti sesaat ketika dilarang, dan menggeleng saat tidak mau.
Umumnya ucapan pertama anak yang spesifik berhasil dicapai pada usia 11-18 bulan misalnya “mama”. Anak juga mulai mengucapkan kata sederhana untuk menyatakan keinginannya. Memasuki usia 18 bulan, anak sudah memiliki 4-20 kosakata, mampu mengikuti perintah sederhana, dan menunjuk 1-2 anggota tubuh
Ketika kosakata anak mencapai 50 kata, maka mereka mulai mengucapkan kombinasi dua kata untuk menyampakan makna yang variatif. Pada akhir tahapan ini, anak mampu mengucapkan 200 kata, termasuk menyebut anggota tubuhnya.
Anak mulai membentuk kalimat yang terdiri dari 3 kata, meskipun belum sepenuhnya tepat secara tata bahasa. Kosakata anak juga bertambah secara cepat dan 75% di antaranya dapat diucapkan dengan jelas. Anak semakin banyak berinteraksi dengan orang tua.
Anak mulai memahami aturan tata bahasa sederhana (membedakan subjek, kata kerja, dan objek). Kosakata anak bertambah hingga setidaknya 1000 kata (usia 3-4 tahun), mampu menceritakan dongeng, sudah mampu memahami konsep sebab-akibat sederhana (misalnya: saat lapar harus makan), serta mampu mengikuti instruksi bertingkat (contohnya: adik ke meja, ambil gelas warna biru, lalu minum ya!)
Pada tahap ini anak memahami lebih banyak lagi kosakata, secara efektif menggunakan bahsa untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.
Gangguan pada masa perkembangan bahasa anak umumnya melibatkan banyak faktor, antara lain faktor intelektual, seperti tingkat intelegensi rendah dan memori yang pendek; (2) faktor organik dan fisiologis seperti gangguan neuromotor, gangguan pendengaran, keterlambatan kematangan neurologis, dan berbagai penyakit; (3) faktor psikologis seperti stimulasi dan motivasi yang tidak adekuat; dan (4) pengaruh lingkungan, khususnya interaksi dengan orang tua.
Pengaruh screen time pada anak
Menurut WHO, screen time yang berlebihan didefinisikan sebagai penggunaan perangkat media digital pada usia yang sangat muda dengan frekuensi dan/ atau durasi yang lebih dari rekomendasi. Lebih lanjut dijelaskan kondisi ini meliputi anak usia 0-1 tahun yang terpapar media digital atau anak usia 2-5 tahun yang terpapar lebih dari 1 jam sehari. Adapun dampak screen time terhadap domain tumbuh-kembang anak meliputi keterlambatan berbahasa, peningkatan risiko obesitas, kekerasan dan agresifitas, hilangnya kemampuan sosial, gangguan atensi (kemampuan memusatkan perhatian), ansietas dan depresi, gangguan tidur, gangguan tajam penglihatan, serta dapat menyetuskan nyeri kepala migrain
Gangguan bahasa terkait screen time pada anak
Gangguan bahasa dapat berupa gangguan bahasa reseptif, ekpresif, ataupun campuran. Gangguan bahasa reseptif didefinisikan sebagai kurangnya kemampuan anak dalam pemahaman bahasa dibanding usia perkembangannya, sebagai contoh sulit mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung, tidak mampu berkonsentrasi selama belajar atau mendengarkan cerita. Sedangkan gangguan bahasa ekspresif adalah kesulitan dalam mengekspresikan perasaan atau keinginan dalam bentuk kata, dapat disertai juga dengan gangguan artikulasi. Gangguan bahasa campuran meliputi kedua definisi gangguan bahasa yang telah disebutkan sebelumnya.
Perkembangan bahasa melibatkan pengalaman dan interaksi dengan orang dewasa di sekitarnya. Anak, khususnya bayi, paling baik belajar melalui sesi tatap muka langsung dibanding menonton layar televisi atau gadget, yang mana umpan balik dari orang tua merupakan prediktor kemampuan bayi berbahasa. Berbagai studi menunjukkan hubungan screen time (menonton televisi, video, handphone) terhadap keterlambatan perkembangan bahasa ekspresif pada anak 8-16 bulan. Studi juga menunjukkan pada anak usia 2-48 bulan yang orang tuanya menonton televisi terjadi penurunan jumlah kata dari orang tua ke anak yang berakibat keterlambatan bicara anak. Dengan demikian, screen time berlebihan pada awalnya akan mengganggu perkembangan bahasa ekspresif anak, yang dalam jangka panjang juga mempengaruhi kemampuan bahasa reseptif, serta berpotensi menimbulkan gangguan sosial-emosional ketika mereka dewasa.
Penanganan gangguan bahasa terkait screen time
Mengingat bahwa penyebab utama dari gangguan bahasa adalah paparan media digital yang berlebihan, maka pada tahap awal orang tua yang memiliki anak dengan tanda bahaya (redflags, terlampir pada Tabel 1) dihimbau mengurangi/ menghentikan semua aktivitas anak di depan layar (TV, handphone, tablet, laptop) dan memperbanyak stimulasi dengan berkomunikasi secara tatap muka dengan anak. Adapun rekomendasi screen time dari The American Academy of Pediatrics (AAP) adalah:
Tabel 1. Tanda bahaya (redflags) perkembangan bahasa anak
|
Usia anak |
Tanda bahaya |
|
|
|
|
1 bulan |
bayi tidak merespon terhadap suara keras |
|
|
|
|
2 bulan |
tidak bangun saat diberikan rangsangan suara |
|
|
|
|
4 bulan |
tidak ada gumaman (cooing) atau suara berkumur (gurgling) |
|
|
|
|
6 bulan |
tidak menoleh terhadap sumber suara |
|
|
|
|
9 bulan |
kurangnya suara ocehan (babbling) |
|
|
|
|
12 bulan |
tidak merespon saat namanya dipanggil, tidak mengerti larangan |
|
|
|
|
15 bulan |
tidak dapat mengucapkan 1 kata pun (seperti mama, papa/ dada) |
|
|
|
|
18 bulan |
kosakata kurang dari 6 kata |
|
|
|
|
24 bulan |
kosakata kurang dan belum dapat mengucapkan kalimata yang terdiri dari 1 kata |
|
|
bermakna, tidak mampu mengikuti instruksi sederhana |
|
|
|
|
36 bulan |
tidak dapat mengucapkan kalimat yang terdiri dari 3 kata |
|
|
|
|
4 tahun |
bicara tidak jelas, tidak mampu menjawab pertanyaan sederhana |
|
|
|
|
5 tahun |
tidak dapat mengidentifikasi bentuk, huruf, warna |
|
|
|
|
6-12 tahun |
tidak dapat menceritakan atau merangkum cerita dari bagian awal, tengah, dan akhir |
|
|
|
Apabila setelah penghentian screen time keluhan anak tidak juga membaik, maka ada baiknya orang tua memeriksakan anak ke Dokter Spesialis Anak (Sp.A) dan/ atau Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR) di RSUD Kota Mataram untuk pemeriksaan lebih lanjut, terutama bila gangguan bahasa disertai gangguan perkembangan lain, baik dalam aspek keterampilan motorik kasar, motorik halus/ kemampuan belajar, serta kemandirian dan sosial. Dokter akan melakukan pemeriksaan secara komprehensif dan multidisiplin guna memastikan domain tumbuh-kembang yang terganggu dan menentukan penyebabnya. Selanjutnya, anak akan menjalani sesi terapi, meliputi terapi wicara dan/ atau terapi okupasi, tergantung dari hasil pemeriksaan Dokter. Di RSUD Kota Mataram, kedua layanan ini telah tersedia dengan lengkap dan telah didukung dengan fasilitas berupa ruang terapi wicara anak, ruang sensory integrasi, serta ruang snoezelen.
Jl. Bung Karno No. 3 Pagutan Raya, Mataram, Nusa Tenggara Barat
(0370) 640774
rsud_mataram@yahoo.com
© #SIMRS #RSUDKotaMataram All Rights Reserved. Edited by SIMRS